Memantik Kesadaran Visual Dalam Pelatihan Fotografi Cerita Rasa

Agustus 20, 2022

Memotret sudah menjadi bagian keseharian kita yang memiliki smartphone berkamera. Komputer kecil dengan berbagai fasilitas manipulasi gambar, seakan tidak bisa lepas dari genggaman. Siapa yang sekarang bisa pergi lebih dari delapan jam tanpa smartphone?

Melihat fenomena tersebut, Cerita Rasa Festival 2022 menghadirkan pelatihan fotografi dasar dan pengenalan profesi fotografer. Program ini ditujukan bagi remaja pedesaan yang mulai tertarik dengan fotografi ataupun mereka yang sudah mempraktekkan fotografi, namun ingin belajar bersama. 

Setiap pemilik smartphone berkamera akan otomatis segera menjadi pemotret. Mereka akan menggunakan fasilitas kamera di gadget mereka sebagai sebuah hal yang biasa saja, serupa dengan berbagai aplikasi yang ada di dalam smartphone mereka. Mengambil foto hanya untuk bersenang-senang, terutama ketika wajah mereka ada di dalam foto. Karena itu, swafoto menjadi favorit walaupun masih banyak yang malu-malu. Foto-foto itu kemudian dibagikan untuk mendapatkan perhatian dari teman-teman maya mereka di media sosial.

Dalam pelatihan fotografi Cerita Rasa yang berlangsung pada tanggal 30 Juli 2022 di Rumah Baca Bali Tersenyum Jembrana, para peserta dihantarkan untuk mengetahui unsur-unsur yang membuat fotografi itu ada. Peserta diperkenalkan pada prinsip dasar fisika yang membentuk kamera hingga menghasilkan gambar dan sisi estetik yang menjadi sisi indah dari fotografi.

Kesadaran Visual

pelatohan fotografi cerita rasa


Kemudahan yang disuguhkan teknologi digital, seringkali membuat kita memotret tanpa pertimbangan terlebih dahulu, apa hasil yang diinginkan. Memotret apa saja, kemudian dihapus atau mengeluh memori handphone penuh.

Sebagai pemantik kesadaran visual, peserta diajak untuk belajar mengamati dan membaca sebuah foto kemudian mengungkapkan rekaman visual yang mereka temukan. Selain itu, peserta melakukan observasi objek foto dan melakukan pemotretan tanpa kamera, untuk kemudian melakukan presentasi kecil tentang foto imajiner yang mereka buat.

Untuk memberikan pengalaman praktis, peserta diberikan kesempatan mengeksplorasi kamera DSLR. Mereka mengalami gambar under dan over exposure, melihat arah cahaya, mencoba komposisi dan framing.

Semua Mulai Dari Nol

Persoalan paling banyak yang ditemukan dari peserta adalah rasa khawatir bahwa mereka tidak bisa, tidak mengerti yang akhirnya tidak bersedia mencoba sesuatu yang baru. Hal ini kelihatannya menjadi sesuatu yang lebih penting untuk dipecahkan, ketimbang mempelajari cara menggunakan gadget canggih.

Beruntunglah ada dua narasumber yang memberikan pandangan dan pengalaman, bagaimana mereka memulai masuk ke dunia fotografi dan membuka usaha foto dan video mulai dari nol. Mereka adalah Dwi Artawan pemilik Relief Studio dan Komang Triadi pemilik Chandra Photography.

Dwi menceritakan bahwa masuk ke dunia foto dan video bukan cita-cita atau tujuan. Dia pergi merantau ke Denpasar dengan tujuan pasti mencari pekerjaan, tapi entah pekerjaan apa. Kemudian dia diterima bekerja di sebuah studio jasa foto dan video sebagai crew. Atas dorongan pemilik studio akhirnya Dwi “terpaksa” belajar di lapangan.

Membuka usaha jasa foto dan video di Jembrana juga bukan sebuah cita-cita. Hanya merasa tidak punya keterampilan lain ketika diwajibkan pulang kampung, akhirnya memberanikan diri menjual jasa foto dan video di seputaran Kota Negara.

“Beruntung sampai saat ini, masih mendapat kepercayaan dari banyak pihak di Jembrana”. kata Dwi.

Cerita lain dari Komang Triadi, atau biasa dikenal sebagai Mang Tri. Dia menceritakan pengalamannya belajar fotografi sejak jaman analog. Untuk belajar fotografi ketika itu, dibutuhkan serangkaian training khusus hingga memperoleh sertifikat dan berhak menyandang “gelar” fotografer. Dalam training tersebut, dia harus mempelajari teknik kamera, tata cahaya, hingga teknik kimia cuci-cetak foto.

Menurut Mang Tri, dalam era foto digital saat ini kita cukup menguasai prinsip dasar kamera, dan hendaknya lebih banyak melakukan praktek dan diskusi karya. Setiap jepretan sudah bisa langsung dilihat dan dibahas bersama komunitas.

“Tidak seperti jaman dulu harus menunggu antri cuci film dan membuat contact print dulu, baru bisa tahu hasil fotonya.” ungkap Mang Tri.

Dari Nol Menuju 360

Sebuah keyakinan mesti ditumbuhkan, bahwa pembelajaran tidak boleh berhenti ketika sesi pelatihan selesai.  Cerita Rasa menawarkan pada para peserta untuk melanjutkan masa belajar, dalam sebuah proyek fotografi bersama, satu tahun ke depan.

Selain melibatkan peserta yang telah hadir dalam pelatihan, Cerita Rasa juga mengundang peminat fotografi khususnya di Jembrana untuk menerjunkan diri dalam proyek ini. Proyek untuk membuat sebuah cerita foto di desanya masing-masing, dengan target bisa dipamerkan dalam Cerita Rasa Festival 2023.

Mengembangkan ruang literasi untuk anak-anak dan masyarakat desa.
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram